Pada 8-12 Juli 2013, dalam AirAsia Familiarisation Trip Darwin, Australia Utara, tujuh wartawan Indonesia mengikuti tur menelusuri Yellow Water River Cruise dengan kapal. Biaya tur selama dua jam sebesar 88 dollar Australia (Rp 828.000) untuk dewasa dan anak-anak 60 dollar Australia.
Nakhoda kapal, Jaimmee, memberikan kesempatan agar kami dapat menyaksikan buaya berjemur di antara pohon di tepi sungai. Di dekatnya, puluhan bebek (wishtling ducks) cuek. Kami tertawa. Kata Jaimmee, "Buaya enggak doyan bebek itu karena bulu-bulunya bikin geli tenggorokan."
Ada buaya berdiam diri berkubang di lumpur atau pura-pura menjadi batu saat mengintai mangsa. Saat buaya menerkam burung putih, kami terkejut. Burung itu terbang menghindar. Seekor buaya besar mengikuti kami. Anak buaya berenang di kiri kapal. Mereka seperti berpatroli mengamankan wilayahnya.
Jaimmee mendekatkan kapalnya saat melihat buaya di tepi sungai. Sang buaya diam saja. Kami memotret sepuasnya, bahkan berpose dengan latar belakang buaya di bawah kami. Kalau sampai buaya itu melompat menerkam, tak tahulah apa jadinya.
Selain buaya, Yellow River juga dihuni sekitar 290 spesies burung, seperti burung ular yang lehernya bisa meliuk seperti ular dan burung jesus (Jacana) yang bisa berjalan di atas air. Jacana berpostur kecil dan ada jambul merah di kepalanya.
Burung cantik lainnya, Jabiru. Namanya diabadikan menjadi ibu kota Kakadu. Badannya lebih besar dari bangau, bulunya hitam, langkah kakinya panjang-panjang. Selain itu, ada burung egret, si putih nan cantik, dan elang laut.
Awas diserang buaya!
Buaya bukan hanya jago berenang di air, melainkan juga bisa mengejar mangsanya di daratan. Populasi buaya di Australia meningkat sejak larangan berburu buaya diterapkan tahun 1971. Di Darwin dan kawasan lain di Australia Utara, jumlah buaya mencapai 80.000 ekor, sekitar 70 persen dari penduduk Kota Darwin sebanyak 120.000 jiwa. Di Queensland dan Australia Barat ada sekitar 50.000 ekor buaya.
Buaya-buaya liar juga berkeliaran di rawa-rawa dan pekarangan penduduk. Rachel Pearce dari Komisi Taman dan Satwa Liar Northern Territory menceritakan, pernah ada buaya masuk ruang tamu rumah warga.
Bahkan Bill Zammit, pemandu tur kami, mengisahkan, suatu ketika ada tiga orang memaksakan diri memancing ikan di Sungai Adelaide yang dikenal banyak buayanya. Mereka menjaga jarak aman dengan sisi sungai dan berkonsentrasi menatap ke depan. Ternyata ada buaya keluar dari sungai ke daratan lewat jalur memutar sampai di belakang tiga pemancing itu. "Buaya itu menyerang dari belakang. Satu orang meninggal diterkam di bagian lehernya," ujar Bill.
Meski begitu, buaya tidak selalu menyeramkan. Dia bisa dikemas menjadi obyek wisata menghibur. Di Sungai Adelaide, dari kapal Spectacular Crocodile Jumping Cruise, kami melihat buaya melompat lurus ke atas menyergap daging. Itu salah satu destinasi wisata populer di Australia sejak dibuka tahun 1971.
Dengan 35 dollar Australia pengunjung diajak naik kapal menyusuri sungai. Pemandangannya indah. Kawanan burung berkicau bersahutan bergerombol di dahan, di kiri kanan sungai. Saat ada buaya mendekat, kapal berhenti melaju. Awak kapal mengambil daging sapi lalu diikat tali. Tali itu dikaitkan galah lalu diarahkan ke sungai seperti orang memancing. Nakhoda kapal, Shallee, berseru, "Saatnya pertunjukan dimulai !"
Awalnya, daging dibuat mengapung di permukaan air, lalu diangkat perlahan hingga 2-3 meter dari buaya. Buaya pun melompat ke atas. Byurr! Ia gagal menerkam daging. Awak kapal menggoda buaya. Daging diturunkan, nyaris menempel moncongnya. Saat daging ditarik ke atas, buaya di kiri kapal melompat. Hap, daging disergap, tali umpan tersangkut di mulutnya.Berenang bersama buaya
Buaya merupakan hewan yang dilindungi dan sekaligus paling diwaspadai di kawasan Australia Utara. Buaya juga dikemas menjadi obyek wisata menegangkan di Crocosaurus Cove, Jalan Mitchell, Darwin. Di sana kami menyaksikan beberapa kolam berisi buaya. Ada penangkaran buaya yang menawarkan wisata tak biasa.
Kami melihat buaya besar bebas berenang di dalam akuarium kaca. Sedikitnya ada 70 buaya dewasa dengan panjang 3-5 meter. Salah satu jenisnya, Barramundi, buaya air asin yang terkenal di Australia. Ini spesies buaya terbesar, panjang si jantan hingga sekitar 5 meter dan beratnya 1.102 kilogram.
Yang paling seru, berenang dengan buaya. Kolam pertama dirancang untuk anak-anak, letaknya berdekatan dengan kolam bayi buaya yang dibatasi kaca. Anak-anak bisa melihat bayi buaya berenang di kolam sebelahnya. Ada bocah yang histeris, ada yang seolah bercanda dengan bayi buaya.
Pengunjung bisa merasakan sensasi masuk ke sangkar berbentuk tabung kaca transparan. Sangkar diturunkan ke kolam berisi buaya dewasa selama 15 menit. Saat tabung bergerak di kolam, buaya bisa menyerang. Bisa dibayangkan bila kaca pecah. "Kita bisa disantap buaya," kata pemandu kami, Anne Korry.
Berwisata ke penangkaran buaya ini baru terasa lengkap jika pengunjung juga melihat seluk-beluk kehidupan buaya di museumnya. Di Crocosaurus Cove, yang dibuka setiap hari pada pukul 09.30-18.00 waktu setempat dengan harga tiket 48-160 dollar Australia, pengunjung bisa melihat buaya yang diawetkan, juga rangka-rangka tubuhnya. Pengunjung juga bisa memancing buaya dengan umpan daging. Anak balita, bahkan, bisa berpose memegang bayi buaya.
Tempat itu juga menyuguhkan berbagai jenis reptilia (hewan melata) lain, seperti ular, bunglon, iguana, tokek, kadal, serta biawak. (ADI SUCIPTO KISSWARA)
Editor : I Made Asdhiana